⭐ Ayat Alquran Tentang Kecerdasan

Selamalebih dari 15 tahun, kita terkecoh oleh publisitas yang banyak membesar-besarkan tentang musik klasik yang dapat memacu kecerdasan seorang anak. Dulu, sebelum saya mengenal banyak keajaiban Al-Qur'an, saya cenderung memegang pendapat bahwa musik klasik dapat merangsang perkembangan otak janin dan mencerdaskan anak. Kusyairimenuturkan bahwa kedekatan dengan Al-Qur'an tak hanya meningkatkan kecerdasan intelektual, tapi juga hati, akal dan pikiran akan diterangi dengan cahaya Al-Qur'an. Menurutnya lagi, anak yang sukses tanpa Al-Qur'an adalah sukses yang semu. Keluarga yang berhasil tanpa Al-Qur'an juga merupakaan keberhasilan yang semu. Padaawal-awal saya memberikan beberapa kutipan ayat yang berisi tentang hal-hal yang berbau tentang berakal, berpikir, berilmu dan pengetahuan. Masyaallah ternyata di alquran teori itu sudah ada sejak 1400-1500 thn yg lalu bahkan sebelum para peneliti tahu. artinya quran ini benar2 dari tuhan bkn dari manusia. maka semakin bertambah Ayatayat Al-Quran Tentang Penciptaan Manusia: Quran Surah Al-Alaq ayat 1-2. ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ ١ خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ مِنۡ عَلَقٍ ٢. "1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.". Q.S. Al-Baqarah : 197) 2 Janganlah kamu bersembahyang dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih. AlQur'an dianggap memberikan pengaruh besar terhadap kecerdasan oleh kedua orang yang bahkan tidak beragama Islam tersebut. Setelah itu, Alm. Eyang Habibie pun tidak pernah lepas melakukan amalan di sepertiga malam; tahajjud, dan membaca al-Qur'an, sampai akhirmya dengan keberkahannya Alm. Eyang Habibie mendapat peringkat pertama. Ayat51 Ayat ini menerangkan bahwa Allah membinasakan orang-orang yang sama dengan mereka, yaitu umat-umat yang mendustakan para nabi pada zaman lampau, mereka telah hancur karena pembangkangannya. Peristiwa-peristiwa itu hendaknya menjadi pelajaran bagi kaum kafir Mekah dan bagi siapa saja sesudah mereka beriman. AspekAspek Kecerdasan Intelektual dalam Al-Qur'an. Secara umum Alquran diturunkan oleh Allah SWT adalah untukmencerdaskan ummat manusia, sehingga manusia bisa hidup dalam hidayah-Nya, mendapat kelapangan, jaminan surga yang penuh kenikmatan bagi orang yang beriman dan beramal saleh. kecerdasaanemosional dapat terlihat dalam sikap seseorang; pertama adalah istiqamah yaitu dengan cara teguh pendirian terhadap jalan-jalan yang telah ditetapkan Allah Swt, serta tidak mengurangi atau mengabaikan, dan melampaui batas terhadap ajaran-ajaran tersebut. Kedua yaitu rendah hati yaitu mereka berjalan dengan tenang, jdooD. Perihal kecerdasan, merupakan salah satu potensi dasar yang dilimpahkan Tuhan kepada manusia. Itu tercermin dalam QS. al-Tiin ayat 4 yang tersirat bahwa Allah menciptakan manusia dalam keadaan yang sebaik-baiknya. Dalam artian, baik secara jasmani dan ruhani. Indikator lain yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna adalah pemberian mandat kekhalifahan di muka bumi. Allah memberikan mandat kepada manusia untuk memelihara dan mengkoordinir segala urusan di bumi bukan tanpa sebab. Melainkan karena Allah menyematkan potensi agung yang tidak dimiliki oleh makhluk selain manusia, termasuk malaikat. Al-Qur’an sebagai kitab dan tuntunan hidup paripurna bagi umat Islam, memberikan ruang mengenai varietas kecerdsan yang dimiliki manusia. Secara redaksional, Al-Qur’an membahasakan kemampuan berpikir manusia secara distingtif. Setidaknya terdapat 5 term dalam Al-Qur’an yang mengurai mengenai kecerdasan. Di antaranya, ta’aqqul, tafakkur, tadabbur, tafaqquh, dan tadzakkur. Apakah kelima term tersebut mencakup klasifikasi kecerdasan yang ditemukan Sains? Mari kita simak… Memahami IQ, EQ, dan SQ Kompleksitas konstruksional tersusun dalam eksistensi manusia. Kecerdasan, yang tersimbolisasi dari kemampuan berpikir manusia adalah salah satu anugerah yang terbaik se-jagat raya. Faktornya, kecerdasan bukanlah merupakan variabel tunggal yang tidak memuat varietas lainnya. Saintifikasi manusia telah menyajikan ragam jenis kecerdasan yang memenuhi eksistensi manusia secara eksklusif. Diantaranya adalah Intellegent Quotient, Emotional Quetiont, dan Spiritual Quetiont. IQ Intellegent Quotient Dalam bahasa Indonesia dikenal dengan kcerdasan intelegensi. Konsep IQ pertama kali diperkenalkan oleh Willian Stern. Seorang psikolog berkelahiran Jerman dalam bukunya The Psychological Methods of Testing Intelligence. Intelegensi merupakan suatu kemampuan berpikir yang primer. Cakupannya adalah kemampuan berbahasa, mengingat, rasio, matematis, dan persepsif. Intellegent Quotient menjai instrument penting bagi seseorang dalam kemampuan menyerap nilai dari satu pelajaran. Intan Fazrin, Mengembangkan Intelegensi Quotient pada anak, 36. 2. EQ Emotional Quetiont Emotional Quetiont atau kecerdasan emosional memberikan dominasi yang besar terhadap self-controlling. DanielGoleman, psikolog California yang memprakarsai kajian Emotional Quetiont, secara spekulatif menerangkan bahwa EQ merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan, memotivasi, dan memosisikan diri dalam keadaan yang tepat. Selain itu, Emotional Quetiont juga merupakan kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif bertindak untuk menghadapi seluruh aspek kehidupannya. Al. Tridhonanti, Meraih Sukses dengan Kecerdasan Emosional, 100. 3. SQ Spiritual Quotient Awal abad ke-20, IQ menjadi isu besar dalam ranah intelektual. Setelah itu Daniel Goleman memumunculkan gagasan EQ-nya pada tahun 1900-an, sebagai bentuk respo atas lahirnya gagasan IQ. Sedangkan pada akhir abad 20-an, Danah Zohar dan Ian Marshal mempresentasikan varietas kecerdasan baru, yaitu Spiritual Quotient. Yang merupakan kemampuan jiwa untuk melakukan segala sesuatu berdasarkan sisi positif dan mampu memberikan makna spiritual dalam setiap perbuatan. Secara orientatif, kecerdasan spiritual mengarahkan seseorang menuju puncak kesadaran jati dirinya sebagai manusia Danah Zohar dan Ian Marshal, SQ Kecerdasan Spiritual, 3. Intelegent Quetiont dalam Tinjauan Al-Qur’an Dalam al-Qur’an termuat varietas terma tentang memperdayakan akal. Konteks intelegensi dalam ranah keberfikiran yang disimbolisasi dengan kemampuan menyerap pelajaran serta memberikan ulasannya. Selain itu, terdapat juga indikasi kemampuan logis dan scientic dalam konteks intelegensi. Term ta’aqqul dalam Al-Qur’an memberikan implikasi tentang pengoptimalan daya pikir intelektual. Oemar Hamalik, dalam bukunya Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, menyebutkan bahwa ta’aqqul merupakan sistemasi berpikir logis yang memiliki kapabilitas dalam penguasaan materi serta memberikan penjelasannya. Term ta’aqqul, salah satunyatermaktub dalam Al-Qur’an Surat al-Baqarah 242, Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, 121. كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ ࣖ Emotional Quetiont dalam Tinjuan Al-Qur’an Emotional Quetiont erat kaitannya dengan self-control. Selain itu juga memiliki kepekaan sosial tinggi sehingga mampu mengimplementasikan tindakannya secara kolektif. Hal tersebut sesuai dengan term dalam Al-Qur’an yang mengindikasikan kemampuan kognitif manusia atau kemampuan dalam ranah psikologis, yaitu tafakkur atau al-Fikr. Aspek kejiwaan yang tercakup dalam term al-Fikr yaitu aspek afektif rasa, dan psikomotoris karsa. Pada dasarnya, fungsi kognitif pada manusia ini menjadi penggerak serta pengontrol tindakan manusia. Kemampuan mengntrol diri ini menjadik diferensiasi antara manusia dan hewan. Secara lahiriah, hewan tidak memiliki keampuan kognitif untuk mengontrol dirinya, ehingga bisa dikatakan hewan tidak memiliki emotional quetiont sebagaimana yang dimiliki oleh manusia Yusuf Qardawi, al-Aql Wa al-Ilm fi al-Qur’an al-Karim, 41. Lafadz tafakkur dalam Al-Qur’an termaktub dalam QS. al-Hasyr ayat 21 لَوْ اَنْزَلْنَا هٰذَا الْقُرْاٰنَ عَلٰى جَبَلٍ لَّرَاَيْتَهٗ خَاشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللّٰهِ ۗوَتِلْكَ الْاَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ Artinya “Sekiranya Kami turunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berpikir.” Selain tafakkur, indikasi lain yang memuat aspek-aspek emotional dalam terma keberfikiran adalah lafad tadabbur, yang terdapat dalam QS. al-Nisa’ ayat 82, اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ ۗ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللّٰهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلَافًا كَثِيْرًا Artinya “Maka tidakkah mereka menghayati mendalami Al-Qur’an? Sekiranya Al-Qur’an itu bukan dari Altlah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya.” Dalam Tafsir al-Misbah, karya M. Quraish Shibah, dijelaskan bahwa untuk memahami al-Qur’an butuh perhatian yang besar sehingga tidak terjermbap dalam kesalahan pemahaman. Bisa disimpulkan bahwa tadabbur disini memuat kemampuan mempelajari dengan cermat dan teliti. Seseoang yang cermat memiliki kemampuan yang bertahap, yaitu receiving, responding, valuing, organizing, dan characterizing. Kelima tahapan diatas, merupakan indicator utama dalam pembentukan karakter seseorang Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, 54-57. Spiritual Quotient dalam Al-Qur’an Kecerdasan spiritual, sebagaimana diterangkan di atas, bertendensi kepada pemahaman keagamaan. Dalam artian, seseorang mampu bertindak dengan latar belakang pemahaman keagamaan. Dalam AL-Qur’an, terdapat 2 term yang mengindikasikan nilai-nilai spiritualitas, yakni tafaqquh dan tadzakkur. Tafaqquh berasal dari kata al-fiqhu yang dimaknai oleh Al-Raghib al-Ashfahani sebagai upaya mengetahui yang abstrak dengan pengetahuan yang konkret. Dalam satu literature terdapat suatu pengistilahan, “Tiap-tiap sesuatu itu memiliki tiang, dan tiang agama islam adalah al-Fiqhu”. Secara garis besar, upaya untuk memahami Islam, diupayaka dengan proses tafaqquh di dalamnya M. Dhuha Abdul Jabar dan N. Burhanuddin, Ensiklpoedi Makna Al-Qur’an, 513. Sedangkan tadzakkur, terbentuk dari kata dzkir, yang artinya mengingat. Said bin Jubair, mengartikan dzikr dengan ketaatan kepada Tuhan sehingga selalu mengingat-Nya. Hamka juga menambahkan bahwa kemampuan tadzakkur merupakan kemampuan mengingat terhadap materi dengan berlandaskan keimanan. Agus Nur Qowim, Tinjauan Al-Qur’an Tentang Term Kecerdasan, 130. Kesimpulan al-Qur’an shaalihun li kulli zaman wa makaan. Mungkin kalimat tersebut yang sesuai untuk menutup tulisan ini. Faktornya, al-Qur’an selalu memberikan gambaran-gambaran autentik dan relevan dengan temuan-temuan ilmiah yang terbaru. Penyunting Ahmed Zaranggi ABSTRAK Selain pengendalian amarah, kecerdasan emosional juga mampu mengontrol dosa verbal tanpa sadar seperti dosa verbal dalam dunia virtual. Perkembangan tekhnologi yang mampu menembus batas-batas privasi, menjadikan manusia mudah mengakses dan menyalurkan emosinya. Ekspresi emosi bisa terjadi tiap saat, tanpa batasan waktu diberbagai media sosial seperti whattsapp, twitter, Instagram. Inilah sebuah kondisi dimana manusia dituntut untuk memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Penggunaan emoticon atau emotional dan sticker gambar yang merupakan ekspresi emosi masing-masing orang menunjukkan kemampuan seseorang dalam membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. Namun kesalah fahaman dalam menerjemahkan emoticon juga akan mudah tergelincir pada dosa verbal yang tak disadari seperti fenomena ghibah Kata kunci Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Verbal; Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free A preview of the PDF is not available ... Akhlakul karimah is the realization of emotional intelligence, and it has been explicitly mentioned in the Qur'an and Hadith Ramayulis, 1997;Masjudin & Syahyudin, 2017. In Islamic perspective, it turns out that several researchers and academicians such as Rahman & Abdullah 2012;Santra, 2016;Masjudin & Syahyudin, 2017;Hamdan, 2017 use the same indicator as Goleman 1995. Rahman & Abdullah 2012 stated that in Islam, there are two sources used as the main reference, namely Qur'an and Hadith. ...... This is because the Muslims believe that the answer to overcome any problems is all sourced from these two references. This study refers to the indicator used by Masjudin & Syahyudin, 2017;Hamdan, 2017 that in measuring emotional intelligence in Islamic perspective is measured using ...... Muraqabah is a process in one self when they watch their deeds with a sharp eye. Muhasabah is the process of assessing and weighing the good and bad deeds that have been done, or also called as self-correction Hamdan, 2017. 2. Ability to manage emotion/patient. ... Muafi UiiThis study aims to examine and analyze the influence of emotional intelligence in Islamic persepctive on affective commitment moderated by “diuwongke” in Islamic perspective. This study uses quantitative approach with the sample of public banks employees in Central Java who has Islam religion. The sampling technique is using purposive sampling with certain criteria, and the data is collected through questionnaire distribution. The statistical technique is carried out using regression moderation. The results of this study prove that 1 Emotional intelligence in Islamic perspective has a positive and significant influence on affective commitment; and 2 “Diuwongke” in Islamic perspective can strengthen the relationship between emotional intelligence in Islamic perspective on affective commitment... Tetapi Raisa mengungkapkan emosi dengan tutur kata yang kasar terhadap pekerjaannya sebab kesal. Hal tersebut tidak sesuai karena kecerdasan emosi dilakukan dengan mengekspresikan emosinya dengan menahan diri dari perkataan yang buruk Sarnoto & Rahmawati, 2020. Kebebasan mencari pengalaman merupakan memberikan segala sesuatu tanpa adanya tekanan, sesuai dengan apa yang diharapkan Hair & Atnawi, 2022. ...Shabrina Amelia Mubiina AhNur Aini PuspitasariPenelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kritik sastra psikologi dalam mengungkapkan kecenderungan untuk aktualisasi, pengembangan diri manusia dewasa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan teknik analisi isi. Pendekatan yang digunakan teori kritik sastra psikologi Carl Rogers. Analisis data dilakukan dengan mencatat kutipan dalam novel Relung Rasa Raisa yang mengandung kritik psikologi sastra, mengumpulkan data berdasarkan instrument penelitian yang telah ditemukan ke dalam tabel data dan terakhir menganalisis data yang sudah dipilah berdasarkan teori Carl Rogers. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu analisis kejiwaan pada novel Relung Rasa Raisa karya Lea Agustina Citra meliputi; 1 konsep aktualisasi diri berupa mewujudkan cita-cita tokoh 2 pengembangan konsep diri berupa tokoh mampu menerima kondisi yang terjadi 3 Konsep manusia dewasa pada novel ini yaitu Raisa dapat menjalani kehidupan dan memanfaatkan peluang yang ada dengan tekad kuat. Adapun kritik terhadap novel Relung Rasa Raisa yaitu terdapat pada kecenderungan untuk mengaktualisasi tokoh Raisa yang sudah tidak mempelajari bahasa Jerman karena kecewa atas diri sendiri. Lalu pengembangan konsep diri pada Raisa yang mudah berbohong karena terdapat pengaruh dari orang tua. Manusia dewasa pada novel ini terdapat penilaian pada tokoh Raisa yang tidak mampu mengelola emosi dengan cara mengepalkan tangan dan labil dalam Kunci Kritik Sastra, Novel Relung Rasa Raisa, Psikologi Sastra... penanaman nilai-nilai Ilahiyah dalam kecerdasan komunikasi verbal dalam al-Qur'an diharapkan akan menekan bahkan menghilangkan berbagai macam konflik, sehingga tujuan hidup yang bahagia dapat ikut memberi andil negara dalam menciptakan pembangunan manusia seutuhnya Sarnoto & Rahmawati, 2020. ...Sri Tuti RahmawatiThis study examines the concept of Communication and Culture Education. The study of cross-cultural communication cannot be separated from culture because in cross-cultural communication the communication participants are faced with the problem of cultural differences. This type of research uses a descriptive type which aims to make a systematic, factual and accurate description or picture of facts, characteristics and the relationship between phenomena in the object of research according to the problems studied. The results of this study are; a. Communication Relations with Culture, b. The Cruciality of Cultural Differences, c. Prejudice. The situation in cross-cultural communication is so dynamic and evolving and sometimes not free from stereotypes. In cross-cultural communication there is an exchange between one culture and another. The cultural pressure point in the context of cross-cultural communication has more to do with immaterial cultural aspects, such as language, traditions, habits, customs, moral norms and values, ethics, ideas, religion, arts, beliefs, and so on.... Rahmawati1 & Sarnoto, 2020 Adapun manusia yang menjadi bagian dari dua kedudukan tersebut, sangat ditentukan oleh proses pembelajaran yang dijalaninya di dunia, dimana pembelajaran tersebut akan menciptakan suatu kecerdasan dalam dirinya. Charisma, 1991 Dalam Al-Qur'an juga banyak ayat yang memberikan isyarat sebagai term kecerdasan, Sarnoto & Rahmawati, 2020 diantaranya adalah adanya akal. Akal berasal dari kata kerja 'aql dalam bentuk ta'qilūn atau ya'qilūn merupakan kata bentukan kemampuan untuk belajar dari pengalaman, dan 2 kemampuan untuk berdaptasi dengan lingkungan sekitar Yusuf, 2014. ...Taufik Nugroho Ahmad Zain SarnotoSiti Maria UlfaThis research is motivated by the phenomenon of the tendency of people who have experienced apathy, individualism, and have lost their social sensitivity. Society is trapped in an attitude of prioritizing personal desires and disregarding the interests of others so that contemporary problems are born in today's society. Every individual should not only be concerned with the benefit of himself, while he mentions the problems that exist in his environment. This study will examine the terms of the Qur'an which are related to social intelligence. In this research, we will present a random interpretation of several verses of the Qur'an that are relevant to the theme of the discussion. The method used in this research is literature study with a thematic interpretation approach. The results of this study will reveal verses in the al-Qur'an that are relevant and related to social intelligence.... Pandangan yang pertama dari Alfred Binet, merupakan tokoh perintis pengukuran intelegensi. Binet, menjelaskan bahwa intelegensi merupakan kemampuan mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan, artinya individu mampu menetapkan tujuan untuk dicapainya goal setting, kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila dituntut demikian artinya individu mampu melakukan penyesuaian diri dalam lingkungan tertentu adaptasi, dan kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau melakukan autokritik artinya individu mampu melakukan perubahan atas kesalahan-kesalahan yang telah diperbuatnya atau mampu mengevaluasi dirinya sendiri secara obyektif Sarnoto & Rahmawati, 2020. ... Ahmad Zain SarnotoSiti Maria UlfaThis study concluded that social intelligence is a person's ability to understand other people and care about the social environment. This is based on the two dimensions of social intelligence from the perspective of the Koran that the authors found, namely the feeling dimension affective aspect and the action dimension psychomotic aspect. In the feeling dimension affective aspect consists of empathy and sincerity, while the action dimension psychomotic realm consists of helping, friendship, caring and communication. This means that the Qur'an describes the balance between habl ma'a Khaliqih and habl ma'a ikhwanih. Thus, this Quran-based cooperative learning model can help improve children's social intelligence. Cooperative learning is a learning model using a system of grouping students, who have different academic backgrounds, gender, race, or ethnicity heterogeneous. Cooperative learning can form interpersonal skills because there are elements of working together, helping each other, helping out and discussing. This is based on the two indicators of cooperative learning in the perspective of the Qur'an that the author found, namely helping and deliberation. The approach used in this study is a qualitative approach. While the method used is a thematic interpretation method. The data collection technique used is through literature studyPurpose This paper aims to examine the effects of taqwa God-consciousness and syukr gratitude to God on emotional intelligence EI in a Muslim population in Malaysia. Design/methodology/approach Structural equation modelling tool AMOS was used to test the study’s hypotheses. In total, data were sourced from 302 Muslim employees working in Malaysia's public and private sectors. Findings Taqwa and syukr positively influence EI, and people with taqwa and syukr demonstrate greater levels of self-emotional appraisal compared with other emotional appraisals. This study also shows that people with taqwa and syukr give increased priority to understanding and distinguishing positive and negative emotions because of their understanding of Islamic teachings. They also exhibit concern with knowing their emotions well before advising or responding to the emotions of others. This may increase their sense of empathy, thereby improving their emotional competency and EI. Originality/value The findings indicate that taqwa and syukr predispose Muslims to EI. This study applied the Qur’anic model of self-development, which connects the origin of emotion with the soul, thereby further enriching the literature on the subject. It also highlights the importance of taqwa and syukr to Muslim employees for achieving EI that is useful in creating a harmonious atmosphere in the workplace and prosperous relationships in society. Ahmad Zain SarnotoSri Tuti RahmawatiKecerdasan versi kajian barat tertumpu pada banyaknya penguasaan kosakata, mendengarkan dan memahami orang lain. Sedangkan kecerdasan menurut perspektif al-Qur’an lebih mengedepankan penguasaan terhadap siapa komunikan yang menjadi sasaran nilai-nilai Islam. Sehingga dengan penguasaan terhadap komunikan dapat menyusun strategi-strategi ungkapan kata yang paling tepat yang kiranya mampu menundukkan akal dan perasaannya di bawah tuntunan Islam. Pengetahuan terhadap kecerdasan verbal dapat menambah khazanah Islam dalam upaya untuk menerima Islam secara sukarela tanpa ada unsur paksaan sedikit pun, sebagaimana hal ini diterangkan melalui surat al-Baqarah/2256 Kecerdasan berbicara bukanlah hanya kemampuan berbicara, namun lebih dari itu yakni kecerdasan memilih kata-kata yang tepat, adapun tujuan dari pemilihan kata yang tepat ini adalah pemahaman, kecerdasan tersebut dinamakan dengan kecerdasan verbal. Kecerdasan verbal dalam al-Qur’an dapat dilacak melalui sejarah para Rasul. Kecerdasan verbal yang dimiliki para Rasul memberikan dampak signifikan dalam dunia dakwah Ahmad Zain SarnotoSusilo WibowoThis research is to find out how to build emotional intelligence through dhikr remembrance of Allah from the perspective of the Qur'an. The method used in this research is a qualitative research method with a literature study approach. Emotional intelligence is one of the most important intelligences that every individual has. Because various events experienced by humans cannot be separated from emotional involvement. This paper describes that dhikr is a spiritual behavior that is effective in building emotional intelligence in terms of various interpretations of the verses of the Al-Qur'an, Islamic spiritual studies Sufism, and exploration of the potential for human self and psyche. Indicators of emotional intelligence through dhikr in various verses of the Qur'an 1 the heart becomes calm in Surat ar Ra'du verse 28; 2 the heart is opened by the light of Allah in Surat Al-Zumar verse 22; 3 gratitude for the blessings given by Allah in Surah Al-Maidah verse 11; 4 introsection of one's own potentials and weaknesses in Surah Maryam verse 67; 5 building emotional intelligence in Surat Al-Hijr verses 97-98; and various other verses. Ahmad Zain SarnotoHal yang paling urgent yang harus dibenahi oleh pesantren sebagai langkah antisipatif tersebut adalah pembenahan pola manajemen, sebab pola manajemen pesantren cenderung dilakukan secara insidental dan kurang memperhatikan tujuan-tu juannya yang telah disistematisasikan secara hirarkis. Sistem pendidikan pesantren biasanya dilakukan secara alami dengan pola manajerial yang tetap sama dalam tiap tahunnya. Perubahan-perubahan mendasar dalam pengelo laan pesantren agaknya belum terlihat. Kata Kunci Pengelolam Pondok PesantrenSumber Daya Manusia Perguruan Tinggi Pendekatan budaya kerja dosen ProfesionalManajemen ArwildayantoArwildayanto, Manajemen Sumber Daya Manusia Perguruan Tinggi Pendekatan budaya kerja dosen Profesional, Gorontalo, Ideas Publishing, 2012, hlm 125Muhammad Barnawi DanArifinBarnawi dan Muhammad Arifin, Kinerja Gruru Profesional. Yogyakarta Ar-Ruzz Media, 2012,.Kamus Inggris Indonesia, Cetakan ke 16 Jakarta GramediaJohn M EcholsDan HasanShadilyEchols, John M. dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Cetakan ke 16 Jakarta Gramedia, 2007. Eliyasin, Muhammad & Nurhayati, Nanik. Manajemen Pendidikan Islam, Yogyakarta Aditya Media Publishing, Manajaman MukhtarBaruMukhtar, Merambah Manajaman Baru Pendidikan Tinggi Islam. Jakarta CV Galiza Mulyana Rahasia Menjadi Guru Hebat, Jakarta Grasindo, 2016. Nasution, M..N. Manajemen Mutu Terpadu, Cetakan ke 3, Jakarta Ghalia Indonesia, 2004Syaiful SagalaAdministrasi PendidikanKontemporerSagala, Syaiful. Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung Alfabeta, 2013. Sarnoto, Ahmad Zain dan Hidayatullah, Karakter Kepemimpinan Nabi Musa As Dalam Al-Qur"An, Jurnal Alim Journal of Islamic Educatioan, 2019M ShihabQuraishShihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur"an, Bandung Mizan, 2007. Suharsaputra,, Uhar. Administrasi Pendidikan. Bandung PT. Refika Aditama 2010, hlm 47Cetakan 1 Jakarta PT Raja Grafindo PersadaKineja SupardiGuruSupardi, Kineja Guru. Cetakan 1 Jakarta PT Raja Grafindo Persada, 2013. Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional, Bandung PT. Remaja Rosda Karya, 2008. Manusia merupakan makhluk yang paling cerdas dari makhluk yang lain di bumi ini. Tak satu pun dari spesies dan genus yang ada di bumi menyamai kecerdasan yang dimiliki oleh manusia. Kecerdasan sendiri merupakan sesuatu yang harus disyukuri oleh manusia dan dimanfaatkan dengan baik serta benar. Karena kecerdasan adalah salah satu wujud dari anugerah Allah yang sangat berharga, yang diberikan kepada hambanya. Dan kecerdasan tertinggi adalah kecerdasan spiritual, karena kecerdasan spiritual mampu menjembatani antara kecerdasan intelektual dan juga kecerdasan emosional. Sehingga dalam tulisan ini akan dibahas lebih mendalam mengenai kecerdasan spiritual. Potensi Kecerdasan Manusia Ketika manusia lahir ia telah dianugerahi oleh Allah SAW berbagai instrumen untuk menjalani dan mengembangkan kehidupannya di bumi ini. Seperti instink gharizah, indra, akal kecerdasan dan nurani kalbu. Tetapi ia belum memiliki pengetahuan apa-apa dalam arti kognitif, kecuali potensi-potensi yang siap diaktualisasikan dengan instrumen tersebut. Dan dengan potensi-potensi itu manusia mampu berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan personal, sosial maupun lingkungan alam. Pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia di awal kehidupannya adalah sama, semua bermula dari nol. Dan dengan alat indra yang diberikan oleh Allah sebagai wujud dari salah satu anugerahnya manusia dapat menyerap serta menerima informasi yang didapatkan dari alat indra tersebut. Yang kemudian informasi itu diaktualisasikan ke dalam memorinya sehingga menjadi sebuah pengetahuan yang digunakan oleh manusia dalam kehidupannya. Sebagaimana firman Allah dalam surah an-Nahl ayat 78, dengan beberapa penafsiran para mufasir. وَاللّٰهُ اَخْرَجَكُمْ مِّنْۢ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْــئًا ۙ وَّجَعَلَ لَـكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصٰرَ وَالْاَ فْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ 78 Artinya “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun. Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.” QS. An-Nahl 16 Ayat 78 Penafsiran Ayat Pada Tafsir Adwa’ al-Bayan fi Idah Al-Qur’an bil-Qur’an dijelaskan bahwa Allah mengeluarkan anak-anak Adam dari perut ibu mereka yang tidak tahu apa-apa. Dan Allah menjadikan bagi mereka telinga, mata, dan hati. Supaya mereka bersyukur atas berkahnya. Tetapi kebanyakan dari mereka tidak bersyukur. Sedangkan dalam Tafsir al-Kabir juga dijelaskan bahwa jiwa manusia ada dalam prinsip penciptaan tanpa semua ilmu atau tanpa mengetaui pengetahuan apapun, kecuali Allah menciptakan pendengaran dan penglihatan. Dan kemunculan indra ini menjadi alasan bagi jiwa manusia, untuk berpindah dari ketidaktahuan ke pengetahuan. Allah menciptakan pendengaran untuk manusia supaya manusia dapat mendengarkan nasihat Allah, penglihatan untuk melihat tanda-tanda Allah, dan hati sebagai pengetahuan yang sejati. Pada ayat tersebut Sya’rawi juga menafsirkan bahwa pendengaran disebutkan terlebih dahulu setelah itu baru penglihatan dan pemahaman. Karena diawal kehidupan manusia pada saat persalinan, indra pendengaranlah yang paling pertama berfungsi. Kemudian setelah sekitar sepuluh hari barulah menyusul penglihatan. Dan dari penginderaan diperoleh sebuah informasi pengetahuan yang tersusun dalam memori yang dikenal dengan pemahaman Transformasi Ilmu Pengetahuan Indra-indra tersebutlah yang menjadi penyumbang terbesar dalam transformasi ilmu pengetahuan. Mata dan telinga mempunyai peran paling besar dalam mengantarkan informasi ke dalam memori manusia, sehingga dapat menjadi serangkaian pengetahuan. Melalui sensasi penginderaan, persepsi, dan berpikir manusia memiliki pengalaman dan pengetahuan yang digunakan untuk mengambil keputusan dan mengatasi persoalan yang dihadapi dalam kehidupannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa potensi itu sudah dibawa sejak lahir. Adanya jaringan otak di dalam kepala, berbagai instrumen Indra, dan seluruh perangkatnya telah diciptakan Allah sejak di dalam rahim ibu. Meskipun pada saat itu belum fungsional, dan jaringan otak merupakan instrumen yang paling dominan dalam pembentukan kecerdasan. Maka fungsionalisasi dari instrumen itu disebut sebagi akal. Kecerdasan intelektual memang menentukan keberhasilan seseorang. Akan tetapi, sebenarnya ada kecerdasan lain yang lebih penting yaitu kecerdasan spiritual. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan tertinggi yang dimiliki oleh manusia. Kecerdasan spiritual pertama kali digagas oleh Zohar dan Marshal. Mereka mengemukakan hasil riset dari para ahli psikologi maupun saraf mengenai eksistensi titik Tuhan’ yang dikenal dengan istilah God Spot. God Spot merupakan pusat spiritual yang terletak di bagian depan otak manusia, sehingga setiap manusia sudah pasti memilikinya. Kecerdasan spiritual merupakan kemampuan manusia dalam melakukan sesuatu dengan penuh kesadaran sesuai dengan nilai-nilai arif yang telah dituntunkan oleh Allah. Sehingga manusia dapat memaknai hidupnya serta mencapai kebahagiaan yang sesungguhnya. Kecerdasan spiritual berkaitan erat dengan kejiwaan manusia dan agama juga sangat erat hubungannya dengan kejiwaan manusia. Sehingga jika pemeluk agama yang taat mampu dalam memaknai kehidupannya, dengan itu jiwanya akan merasakan sebuah kebahagiaan. Dan orang yang jiwanya merasakan sebuah kebahagiaan maka ia dikatakan sebagai orang yang memiliki kecerdasan spiritual. Dalam sebuah penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli di bidang Neurologi ilmu tentang saraf bahwa kecerdasan spiritual mempunyai tempat di dalam otak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa di dalam otak manusia terdapat bagian yang mampu mengalami pengalaman-pengalaman spiritual, dalam mengenal serta berhubungan dengan Allah. Nabi Muhammad mengatakan bahwa setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Dan sebagian ulama memaknai fitrah sebagai kecenderungan untuk bertauhid. Maka dapat dipahami bahwa memang sudah dari sananya dalam diri manusia di desain oleh Allah untuk mengenalnya, fitrah untuk mengenal Allah tidak dapat diingkari. Kecerdasan Spiritual Kecerdasan spiritual mempunyai peran yang sangat penting karena kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan yang tertinggi dari kecerdasan-kecerdasan yang lain. Sehingga dikatakan sebagai kecerdasan yang tertinggi. Karena kecerdasan ini dapat mewujudkan kedamaian hakiki, mengajak manusia memaknai hidup. Kemudian meraih kebahagiaan sejati yang membuat jiwa dan hati manusia menjadi bahagia, tenteram dan penuh dengan kedamaian. Peran penting dari kecerdasan spiritual yaitu mampu mengungkap segi parenial yang abadi, spiritual, dan yang fitrah dalam struktur kecerdasan manusia. Juga dapat membimbing manusia dalam memperoleh kedamaian dan juga kebahagiaan spiritual yang hakiki dalam kehidupan ini, dan kecerdasan spiritual juga dapat menyentuh segi spiritual karena menyajikan beragam pengalaman spiritual. Penyunting Ahmed Zaranggi

ayat alquran tentang kecerdasan